Pembangunan bidang kesehatan adalah
merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan guna mencapai tingkat kesejahteraan rakyat yang lebih baik dan
merata. Pembangunan kesehatan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dimana
sasarannya adalah masyarakat yang ada di perkotaan dan di pedesaan baik
pembangunan sarana, prasarana dan program pelayanan kesehatan di masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan salah satunya adalah pemberantasan penyakit
yang sampai saat ini masih diahadapi masyarakat. Di Indonesia penyakit menular dan tidak menular masih merupakan masalah besar, hal ini erat hubungannya dengan masalah
ekonomi, tingkat pengetahuan dan pendidikan tentang kesehatan, lingkungan serta
perilaku atau kebiasaan hidup sehat. (Depkes,RI,2006)
Perkembangan
dan perubahan yang cepat pada masyarakat memberikan dampak pada manusia baik
bersifat positif maupun negatif. Perubahan tersebut mengakibatkan timbulnya
masalah baru di bidang kesehatan khususnya penyakit menular tertentu yang
disebut emerging infection.Secara umum emerging infection dibagi menjadi 3
(tiga) kelompok, yaitu penyakit menular baru (new infection disease), penyakit
lama yang cenderung meningkat (emerging infection disease), dan penyakit
menular lama yang menimbulkan masalah baru (re-emerging disease) seperti
penyakit HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune Deficiency
Sundrome ), TB Paru, Demam Berdarah Dengue dan Malaria (Depkes, 2001).
Salah
satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk Indonesia sampai saat ini adalah penyakit malaria. Penyakit
ini bersifat endemis di daerah tropis dan subtropis sehingga penyakit ini
mendapat prioritas dalam upaya penanggulangannya (Depkes, 1995).
Penyakit
malaria merupakan penyakit menular yang ditularkan oleh vektor nyamuk anopheles
yang membawa parasit plasmodium dan dapat menyerang siapa saja. Penyebab masih
tingginya kasus malaria dipengaruhi oleh perubahan lingkungan seperti
penelantaran bekas tambak, pembabatan hutan bakau,pemanasan global yang
memungkinkan banyak perindukan nyamuk (Depkes, 2002).
Malaria merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi prioritas kesehatan baik di dunia
maupun Indonesia. World Health Organization (WHO) memperkirakan saat ini
kira-kira 2,5 milyar manusia di dunia tinggal atau hidup di wilayah-wilayah
endemis malaria. Sebagai gambaran dapat disebutkan bahwa di wilayah Afrika
bagian Selatan Gurun Sahara, kira-kira 275 juta dari 500 juta penduduknya
terinfeksi malaria, 100 juta diantaranya dengan gejala klinis. Dalam wilayah
itu, setiap tahun sebanyak satu juta penduduk meninggal karena malaria. Di luar
benua Afrika, kira-kira 100.000 orang meninggal setiap tahun karena malaria. (Sutisna, 2004)
Masih banyak terjadi kejadian
luar biasa (KLB) malaria yang terjadi di daerah seperti Propinsi Papua, Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara disertai kasus
malaria klinis yang tinggi, belum lagi angka malaria di daerah Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,
Bengkulu serta Riau (Harijanto, 2000).
Berdasarkan hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) di Indonesia terjadi 15 juta kasus malaria
dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Angka kejadian kasus malaria perseribu
penduduk (API) di Jawa dan Bali sejak empat tahun terakhir menunjukkan
kecendrungan yang menurun, dari 0,81 perseribu penduduk pada tahun 2000 menjadi
0,15 perseribu penduduk pada tahun 2004. Di luar Jawa dan Bali angka klinis
malaria perseribu penduduk (AMI) juga menunjukkan kecendrungan yang menurun,
yaitu dari 31,09 perseribu penduduk pada tahun 2000 menjadi 21,1 perseribu
penduduk tahun 2004. Pada tahun 2005 angka kasus menunjukkan kecenderungan yang
sama dibandingkan pada tahun 2004, yaitu sebesar 0,15 perseribu penduduk, sedangkan
angka klinis malaria 23,8 perseribu penduduk. (Depkes,RI,2006).
Angka malaria menurut laporan Evaluasi Dinas Kesehatan
Propinsi bahwa Insidence per 1000 penduduk (AMI), tiga tahun terakhir cenderung
menurun, tahun 2005 AMI
sebesar 6,2 ‰, pada tahun 2006 turun menjadi 4,47 ‰, tahun
2007
AMI sebesar 7,27 ‰, pada tahun 2008 turun menjadi 6,5 ‰, dan tahun 2009 menurun lagi menjadi
2,92 ‰, namun di beberapa kabupaten
angka insiden malaria masih tinggi, termasuk kabupaten
Lampung Selatan (Laporan Evaluasi Malaria Dinkes Propinsi Lampung
Tahun 2009).
Adapun situasi kasus malaria di Lampung Selatan
berdasarkan AMI sangat bervariasi, tahun 2005 sebesar 10,5 ‰, tahun 2006
sebesar 9,93‰ ,tahun 2007 sebesar
8,93 ‰, tahun 2009 adalah 1,81 0/00 dan tahun 2010
sebesar 1,77 0/00, namun apabila dilihat dari beberapa
puskesmas terlihat sangat bervariasi. Di UPT Puskesmas Rajabasa angka AMI sebesar
27,05 0/00, Way Urang 3,81 0/00, Sragi 2,97 0/00, Bakauheni 2,17 0/00..Tetapi
bila dilihat per puskesmas, maka terdapat satu puskesmas yang
digolongkan sebagai daerah malaria sedang (MIA) yaitu UPT Puskesmas Rajabasa.
Dimana selama lima tahun terakhir angka AMI pada UPT Puskesmas Rajabasa berfluktuasi
yaitu 63,2 ‰ pada tahun 2005, pada tahun 2006 meningkat yaitu 120,86 ‰ dan pada tahun
2007 mengalami penurunan yaitu 49,85 ‰, pada tahun 2008 sebesar 50,3‰, tahun 2009 sebesar 48,1 ‰
dan tahun 2010 sebesar 27,05 ‰ (Laporan bulanan Malaria UPT Puskesmas Rajabasa).
Sedangkan
untuk angka API pada UPT Puskesmas Rajabasa tahun 2005 yaitu 24,7 ‰, tahun 2006 naik menjadi
49,2 ‰ dan tahun 2007 meningkat sebesar 58,7 ‰, tahun 2008 menjadi 24,8 ‰, tahun 2009 menurun menjadi 11,09 ‰, dan tahun 2010 menurun menjadi 6,59 ‰. (Laporan bulanan Malaria UPT Puskesmas Rajabasa).
Wilayah UPT Puskesmas Rajabasa Kabupaten Lampung
Selatan adalah merupakan daerah endemis malaria, wilayahnya hampir seluruh area
terletak di pinggiran pantai, dan terdapat beberapa muara sungai, kemudian di beberapa
desa di Keacamatan Rajabasa terdapat beberapa tambak pembenihan udang yang
tidak melakukan operasi sehingga bangunan dan bak penampungan tempat pembenihan
dimungkinkan sebagai salah satu tempat perindukan nyamuk malaria. Dari hasil
observasi bahwa di beberapa desa di wilayah Kecamatan Rajabasa ini, lingkungan
rumahnya terutama aliran air di sekitar rumah warga setempat alirannya lambat
sehingga sangat memungkinkan nyamuk untuk bertelur dan bersarang
jumlah penderita filariasis di lampung timur khusus nya sekampung udik sekitar berapa jiwa ya...
BalasHapussaya oarang lampung timur... tolong informasi nya ya