1 Agu 2013

Studi Kasus 1

Pembangunan bidang kesehatan adalah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan guna mencapai tingkat kesejahteraan rakyat yang lebih baik dan merata. Pembangunan kesehatan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dimana sasarannya adalah masyarakat yang ada di perkotaan dan di pedesaan baik pembangunan sarana, prasarana dan program pelayanan kesehatan di masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dilakukan salah satunya adalah pemberantasan penyakit yang sampai saat ini masih diahadapi masyarakat. Di Indonesia penyakit menular dan tidak menular masih merupakan masalah besar, hal ini erat hubungannya dengan masalah ekonomi, tingkat pengetahuan dan pendidikan tentang kesehatan, lingkungan serta perilaku atau kebiasaan hidup sehat. (Depkes,RI,2006)
      Perkembangan dan perubahan yang cepat pada masyarakat memberikan dampak pada manusia baik bersifat positif maupun negatif. Perubahan tersebut mengakibatkan timbulnya masalah baru di bidang kesehatan khususnya penyakit menular tertentu yang disebut emerging infection.Secara umum emerging infection dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu penyakit menular baru (new infection disease), penyakit lama yang cenderung meningkat (emerging infection disease), dan penyakit menular lama yang menimbulkan masalah baru (re-emerging disease) seperti penyakit HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune Deficiency Sundrome ), TB Paru, Demam Berdarah Dengue dan Malaria (Depkes, 2001).
      Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia sampai saat ini adalah penyakit malaria. Penyakit ini bersifat endemis di daerah tropis dan subtropis sehingga penyakit ini mendapat prioritas dalam upaya penanggulangannya (Depkes, 1995).
      Penyakit malaria merupakan penyakit menular yang ditularkan oleh vektor nyamuk anopheles yang membawa parasit plasmodium dan dapat menyerang siapa saja. Penyebab masih tingginya kasus malaria dipengaruhi oleh perubahan lingkungan seperti penelantaran bekas tambak, pembabatan hutan bakau,pemanasan global yang memungkinkan banyak perindukan nyamuk (Depkes, 2002).
      Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi prioritas kesehatan baik di dunia maupun Indonesia. World Health Organization (WHO) memperkirakan saat ini kira-kira 2,5 milyar manusia di dunia tinggal atau hidup di wilayah-wilayah endemis malaria. Sebagai gambaran dapat disebutkan bahwa di wilayah Afrika bagian Selatan Gurun Sahara, kira-kira 275 juta dari 500 juta penduduknya terinfeksi malaria, 100 juta diantaranya dengan gejala klinis. Dalam wilayah itu, setiap tahun sebanyak satu juta penduduk meninggal karena malaria. Di luar benua Afrika, kira-kira 100.000 orang meninggal setiap tahun karena malaria. (Sutisna, 2004)
      Masih banyak terjadi kejadian luar biasa (KLB) malaria yang terjadi di daerah seperti Propinsi Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara disertai kasus malaria klinis yang tinggi, belum lagi angka malaria di daerah Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Bengkulu serta Riau (Harijanto, 2000). 
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) di Indonesia terjadi 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Angka kejadian kasus malaria perseribu penduduk (API) di Jawa dan Bali sejak empat tahun terakhir menunjukkan kecendrungan yang menurun, dari 0,81 perseribu penduduk pada tahun 2000 menjadi 0,15 perseribu penduduk pada tahun 2004. Di luar Jawa dan Bali angka klinis malaria perseribu penduduk (AMI) juga menunjukkan kecendrungan yang menurun, yaitu dari 31,09 perseribu penduduk pada tahun 2000 menjadi 21,1 perseribu penduduk tahun 2004. Pada tahun 2005 angka kasus menunjukkan kecenderungan yang sama dibandingkan pada tahun 2004, yaitu sebesar 0,15 perseribu penduduk, sedangkan angka klinis malaria 23,8 perseribu penduduk. (Depkes,RI,2006).
Angka malaria menurut laporan Evaluasi Dinas Kesehatan Propinsi bahwa Insidence per 1000 penduduk (AMI), tiga tahun terakhir cenderung menurun, tahun 2005 AMI sebesar 6,2 ‰, pada tahun 2006 turun menjadi 4,47 ‰, tahun 2007 AMI sebesar 7,27 ‰, pada tahun 2008 turun menjadi 6,5 ‰, dan tahun 2009 menurun lagi menjadi 2,92 ‰, namun di beberapa kabupaten angka insiden malaria masih tinggi, termasuk kabupaten Lampung Selatan (Laporan Evaluasi Malaria Dinkes Propinsi Lampung Tahun 2009).
Adapun situasi kasus malaria di Lampung Selatan berdasarkan AMI sangat bervariasi, tahun 2005 sebesar 10,5 ‰, tahun 2006 sebesar 9,93‰ ,tahun 2007 sebesar 8,93 ‰, tahun 2009 adalah 1,81 0/00 dan tahun 2010 sebesar 1,77 0/00, namun apabila dilihat dari beberapa puskesmas terlihat sangat bervariasi. Di UPT Puskesmas Rajabasa angka AMI sebesar 27,05 0/00, Way Urang 3,81 0/00, Sragi 2,97 0/00, Bakauheni 2,17 0/00..Tetapi bila dilihat per puskesmas, maka terdapat satu puskesmas yang digolongkan sebagai daerah malaria sedang (MIA) yaitu UPT Puskesmas Rajabasa. Dimana selama lima tahun terakhir angka AMI pada UPT Puskesmas Rajabasa berfluktuasi yaitu 63,2 ‰ pada tahun 2005, pada tahun 2006 meningkat yaitu 120,86 ‰ dan pada tahun 2007 mengalami penurunan yaitu 49,85 ‰, pada tahun 2008 sebesar 50,3, tahun 2009 sebesar 48,1 ‰ dan tahun 2010 sebesar 27,05 ‰ (Laporan bulanan Malaria UPT Puskesmas Rajabasa).
Sedangkan untuk angka API pada UPT Puskesmas Rajabasa tahun 2005 yaitu 24,7 ‰, tahun 2006 naik menjadi 49,2 ‰ dan tahun 2007 meningkat sebesar 58,7 ‰, tahun 2008 menjadi 24,8 , tahun 2009 menurun menjadi 11,09 ‰, dan tahun 2010 menurun menjadi 6,59 . (Laporan bulanan Malaria UPT Puskesmas Rajabasa).
Wilayah UPT Puskesmas Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan adalah merupakan daerah endemis malaria, wilayahnya hampir seluruh area terletak di pinggiran pantai, dan terdapat beberapa muara sungai, kemudian di beberapa desa di Keacamatan Rajabasa terdapat beberapa tambak pembenihan udang yang tidak melakukan operasi sehingga bangunan dan bak penampungan tempat pembenihan dimungkinkan sebagai salah satu tempat perindukan nyamuk malaria. Dari hasil observasi bahwa di beberapa desa di wilayah Kecamatan Rajabasa ini, lingkungan rumahnya terutama aliran air di sekitar rumah warga setempat alirannya lambat sehingga sangat memungkinkan nyamuk untuk bertelur dan bersarang

1 komentar:

  1. jumlah penderita filariasis di lampung timur khusus nya sekampung udik sekitar berapa jiwa ya...
    saya oarang lampung timur... tolong informasi nya ya

    BalasHapus